Tepat seminggu yang lalu, saya baru saja merayakan hari jadi saya yang ke 26. Ulang tahun kali ini terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kalau dulu teman-teman selalu bilang kalau masuk ke umur kepala 2, maka akan mengalami stress parah karena sudah memasuki masa dewasa. Sedangkan sampai tahun lalu, saya masih OK dan tidak ‘terjangkit’ stress yang seperti teman-teman maksudkan.
Nah, barulah sekarang ini saya pahami. Di
umur ke 26 ini, banyak pertanyaan dan kerisauan yang ada di benak pikiran saya.
Apa saya mengalami ‘telat stress’ atau apalah istilah yang tepat. Mengapa saya
bisa mengalami hal ini? Apa yang dapat saya lakukan untuk ‘keluar’ dari
lingkaran kegelisahan ini, dan bagaimana caranya?
Akhirnya saya putuskan untuk membaginya
dengan pembaca.
Seperti dihujani meteor, ada 1 pertanyaan
besar yang terus lalu lalang dipikiran saya: “Ingin Menjadi Orang Seperti
Apakah Saya di Masa Depan?”
Tentunya bukan maksud saya berubah
kepribadian menjadi sosok lain, atau bermutasi menjadi makhluk lain. Tapi lebih
ke apa profesi saya di masa mendatang, apa kesan mendalam yang orang dapatkan
ketika mengobrol panjang dengan saya, atau Ibu seperti apa saya di pikiran
anak-anak saya kelak?
Lalu pertanyaan besar itu diikuti dengan
bertubi-tubi pertanyaan kecil seperti:
Apa passion saya sebenarnya? Apakah saya
sudah memaksimalkan potensi diri saya? Apakah saya sudah melakukan hal yang
benar? Apa saya menyia-nyiakan masa muda saya? Apa yang harus saya rubah dari
diri saya? Apakah saya anak yang baik? Apakah saya kakak yang baik? Apakah saya
sudah menemukan pasangan yang tepat? Dampak apa yang sudah saya berikan selama
ini? Apa pencapaian saya selama ini? Dan pertanyaan-pertanyaan lain menyangkut
diri sebagai pribadi manusia.
Dalam merenungkan pertanyaan-pertanyaan
tersebut, tentu saya merasa kelelahan karena selain pertanyaannya banyak, membuat
saya sampai sakit kepala dan bahkan tidak bisa tidur di malam-malam tertentu.
Saya mencari jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan cara berefleksi di waktu perjalanan dari
rumah ke kantor, membaca, berdiskusi dengan orangtua dan sahabat di waktu
senggang. Tapi yang utama, ya dari refleksi dan berdialog dengan diri sendiri
di waktu sebelum tidur.
Setelah mencari tahu, mungkin rumpun ilmu
psikologi bisa membantu menjawab. Menurut pakar psikologi Seth Schwartz Ph.D., mengapa
banyak orang muda (18-25 tahun) yang terjebak dalam masa transisi dalam kehidupan
adalah karena kombinasi dari faktor seperti perubahan norma sosial, perubahan
kondisi ekonomi, dan kemajuan teknologi.
Ada juga riset dari psikologist Jeffrey Jensen Arnett, PhD yang menemukan
bahwa ada perasaan berada ditengah-tengah (feeling in between) pada manusia di
usia 18-29 tahun. Mereka yang merasa sudah bukan remaja dan mulai merasa bahwa
bertanggung jawab penuh dengan diri mereka sendiri, tetapi masih tidak
terpisahkan dengan orangtua dan keluarga mereka. Mereka cenderung merenungkan identitas
pribadi, yang menurut Arnett sebetulnya sudah harus selesai dimasa remaja.
Kemudian Arnett menamakan masa ini adalah “emerging adulthood” atau dewasa
baru. Di masa ini, dewasa baru identik dengan :
- Masa-masa
mengeksplorasi identitas (mencari dan menentukan identitas diri).
- Masa-masa tidak
stabil (Berpindah-pindah tempat, lanjut pendidikan, bekerja atau menikah, dll).
- Masa-masa fokus akan diri sendiri (mencoba mengatur dan menentukan masa depan sendiri)
- Masa-masa merasa ‘terjepit ditengah’ (sudah harus memikul tanggung jawab, tapi masih bertanggung jawab pada orang tua).
- Masa-masa terciptanya kemungkinan/ kesempatan (Rasa optimisme terbentuk, ingin bisa melebihi pencapaian orang tua).
- Masa-masa fokus akan diri sendiri (mencoba mengatur dan menentukan masa depan sendiri)
- Masa-masa merasa ‘terjepit ditengah’ (sudah harus memikul tanggung jawab, tapi masih bertanggung jawab pada orang tua).
- Masa-masa terciptanya kemungkinan/ kesempatan (Rasa optimisme terbentuk, ingin bisa melebihi pencapaian orang tua).
Dan
yang menarik, Arnett mengatakan bahwa apabila kebahagian diartikan sebagai
perbedaan dari apa yang didapatkan dari apa yang diinginkan/ impikan, maka
kebanyakan dewasa baru ini akan kecewa karena mereka mengharapkan terlalu
banyak. Hahaha. Yang ini sangat mengena sih. Banyak sekali kemauan/impian dll
tapi yang terealisasi hanya sekitar 25-40%?
kebanyakan dewasa baru ini akan kecewa karena mereka mengharapkan terlalu
banyak. Hahaha. Yang ini sangat mengena sih. Banyak sekali kemauan/impian dll
tapi yang terealisasi hanya sekitar 25-40%?
Jika
saya melihat surat-surat resolusi saya setiap tahun, pencapaian tertinggi ya
paling sekitar 40% dari keinginan atau wishes yang saya tuliskan, hahaha jadi
malu.
Faktor
kesuksesan transformasi ini terletak pada keseimbangan antara tekad si remaja
dalam memperjuangkan perkembangannya serta orangtua dan lingkungan yang
memberikan dukungan tetapi tidak memaksa atau membebani terlalu banyak.
Dari pemaparan psikologi tersebut, saya jadi paham bahwa kita memang sedang berada ‘ditengah-tengah’ menuju masa dewasa. Banyak perubahan yang terjadi. Hampir semuanya mengena di diri saya. Masa mengeksplorasi identitas – saya mau bekerja seperti apa, dimana, dll; ingin berfokus pada diri sendiri dan tidak diganggu dengan tuntutan lain-lain; merasa sudah dewasa tetapi masih tinggal dengan orang tua dan harus mengikuti aturan rumah; dan optimisme akan masa depan.
Akhirnya, dari perenungan selama kurang
lebih 2 minggu lamanya, ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan:
1. Saya
tidak mau terjebak dalam rutinitas pekerjaan kantoran
2. Saya
mau lebih banyak membaca buku
3. Saya
ingin terjun langsung ke dalam gerakan di komunitas
4. Saya
ingin lebih banyak diskusi dengan teman yang bidangnya sama
5. Saya
harus ‘all out’ selama saya masih muda dan enerjik
6. Saya
harus terus mengasah dan melatih bakat saya
7. Saya
tidak boleh bergantung pada orang lain
Dari kesimpulan yang saya curahkan,
tentunya saya harus mengambil tindakan supaya kesimpulan tersebut tidak menjadi
sia-sia. Salah satunya dengan menulis blog ini. Dengan menulis, saya berharap
saya bisa mencurahkan pikiran dan suara hati dan juga mendapat masukan dari
pembaca-pembaca lainnya yang mungkin memiliki pengalaman yang sama dengan saya.
Jadi, apakah ada yang punya pengalaman
yang sama?
Jakarta, 28 April 2017.
Comments
Post a Comment